Multychannel Amplitude Modulation ( AM )
Yang pertama kali menyebar luaskan Aplikasi untuk
hubungan antara fiber optik secara analog yang mana di mulai pada akhir tahun
1980 adalah CATV Network. Network jenis ini beroprasi pada frekuensi antara 50
sampai 88 Mhz dan dari 120 samapi 550 Mhz. Frekuensi anatara 88 samapi 120 Mhz
tidak digunaka karena digunaaka untuk penyiaran radio FM. Network ini dapat
membawa lebih dari 80 AM vestigal-side band (AM-VSB) video chanel,
masing-masing mempunyai noise selebar 4 Mhz dari lebar chanel yang 6 Mhz,
dengan S/N ratio sebesar 40db. Untuk mempertahankan kesamaan dengan coax base
network yang sebelumnya, format dari multichanel AM-VSB juga dipilih untuk
sistem fiber optik. Gambar 9.7 memperlihatkan teknik untuk menggabungkan N
pesan yang berdiri sendiri. Sinyal informasi pada chanel I gelombang pembawa AM
mempunyai frekuensi Fi , dimana I= 1,2,…,N. Power RF menggabungkan kemudian
menjumlah AM sejumlah N, yang menghasilkan sinyal FDN, yang mana intensitas
modulasinya seperti Laser Dioda. Seperti halnya penerima optik, susunan paralel
dari filter bandpass memisahkan sinyal dari gelombang cariernya, sehingga
didapat sinyal aslinya, dengan teknik standar RF.
Untuk sejumlah besar carier FDM dengan fasa acak,
sinyal carier menumpangi power basis. Kemudian untuk N channel, modulasi
optikal dengan index m berhubungan dengan modulasi index mi per
channel dengan:
Jika setiap modulasi channel index mi nilainya
sama dengan nilai mc, maka dirumuskan :
Hasilnya jika N sinyal adalah frekuensi yang telah di
multiplex dan digunakan untuk memodulasi sumber optik tunggal maka rasio ke
noise dari sinyal tunggal berkurang dengan 10 log N. Andaikata beberapa channel
digabungkan maka sinyal akan memperkuat tegangan, maka karakteristik penurunan
menjadi 10 log N.
Jika beberapa frekuensi carrier melewati peralatan non
linier seperti laser dioda dapat membangkitkan sinyal yang berbeda dari
frekuensi asalnya yang disebut juga sebagai frekuensi intermodulation, dan
dapat menyebabkan interferensi pada kedua band dari channel. Hasilnya adalah
penurunan jumlah sinyal yang dapat ditransmisikan.
Jika frekuensi kerja dari channel kurang dari 1 oktaf
seluruh distorsi harmonis bahkan distorsi intermodulasi (IM) akan keluar dari
passband. Jika signal passband mengandung banyak signal carrier. Beberapa IM
akan muncul pada frekuensi pada sama. Hal ini disebut juga staking yang
merupakan tambahan dari basis power. Dimana ada dua nada orde ketiga tersebar
pada daerah operasi passband. Tripel beat product dibuat untuk dikonsentrasikan
pada tengah – tengah channel, jadi pembawa pusat menerima inteferensi yang
paling besar. Tabel 9.1 dan 9.2 menunjukkan distribusi dari third order tripel
beat and two tone IM product untuk nomer channel N dari 1 – 8.
Hasil dari beat stcaking adalah secara umum pada CSO (
Composite Second Order ) dan CTB ( Composite Tripel Beat ) dan digunakan untuk
menggunakan kemampuan dari multichannel hubungan AM
Kenapa Gelombang FM
Lebih Jernih Dibanding AM?
Gelombang AM sudah lama ditinggal. Nyaris semua radio
bermain di jalur FM. Kenapa sih FM lebih jernih?
Hingga tahun delapan puluhan, stasiun radio broadcast
(siaran) banyak menggunakan modulasi AM (Amplitude Modulation). Pada saat itu,
umumnya enggak ada siaran radio yang mampu menampilkan suara bening, apalagi
stereo. Belum lagi kalau cuaca sedang enggak mendukung. Wah, pokoknya kita
enggak bisa menikmati indahnya suara musik senyaman saat ini.
Setelah periode itu, mulai bermunculan stasiun radio
siaran pengusung modulasi FM (Frequency Modulation). Jenis modulasi ini mampu
memanjakan pendengar siaran karena menghasilkan suara yang lebih bening. Selain
itu, ia dapat diterima dengan pola mono atau stereo. Maksudnya, jika radio
penerima kita hanya bisa menerima siaran mode mono, maka ia menampilkan suara
mono. Sedang radio penerima tipe stereo punya pilihan untuk menampilkan suara
mono atau stereo beneran (real stereo) sesuai dengan yang dipancarkan oleh
stasiun radio siaran.
Analogi modulasi
Dalam istilah teknik, kata modulasi mempunyai definisi
yang cukup panjang. Tapi, hal itu dapat dijelaskan dengan analogi sederhana
berikut: kalau kita ingin pergi ke tempat lain yang jauh (yang tidak bisa di
lakukan dengan jalan kaki atau berenang), kita harus menumpang sesuatu.
Sinyal informasi (suara, gambar, data) juga begitu.
Agar dapat dikirim ke tempat lain, sinyal informasi harus ditumpangkan pada
sinyal lain. Dalam konteks radio siaran, sinyal yang menumpang adalah sinyal
suara, sedangkan yang ditumpangi adalah sinyal radio yang disebut sinyal
pembawa (carrier).
Jenis dan cara penumpangan sangat beragam. Dari
tinjauan “penumpang”, cara menumpangkan manusia pasti berbeda dengan paket
barang atau surat. Hal serupa berlaku untuk penumpangan sinyal analog yang
berbeda dengan sinyal digital. Penumpangan sinyal suara juga akan berbeda
dengan penumpangan sinyal gambar, sinyal film, atau sinyal lain.
Dari sisi pembawa, cara menumpang di pesawat terbang
akan berbeda dengan menumpang di mobil, bus, truk, kapal laut, perahu, atau
kuda. Hal yang sama juga terjadi pada modulasi. Di mana cara menumpang ke
amplitudo gelombang carrier akan berbeda dengan cara menumpang di frekuensi
gelombang carrier.
Gelombang/sinyal
“carrier”
Gelombang/sinyal carrier adalah gelombang radio yang
mempunyai frekuensi jauh lebih tinggi dari frekuensi sinyal informasi. Berbeda
dengan sinyal suara yang mempunyai frekuensi beragam/variabel dengan range 20
Hz hingga 20 kHz, sinyal carrier ditentukan pada satu frekuensi saja. Frekuensi
sinyal carrier ditetapkan dalam suatu alokasi frekuensi yang ditentukan oleh
badan yang berwewenang.
Di Indonesia, alokasi frekuensi sinyal carrier untuk
siaran FM ditetapkan pada frekuensi 87,5 MHz hingga 108 MHz. Alokasi itu
terbagi untuk 204 kanal dengan penganalan kelipatan 100 kHz. Kanal pertama
berada pada frekuensi 87,6 MHz, sedangkan kanal ke 204 berada pada frekuensi
107,9 MHz. Penetapan tersebut dan aturan lainnya tertuang dalam Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor KM 15 Tahun 2003.
Frekuensi carrier inilah yang disebutkan oleh stasiun
radio untuk menunjukkan keberadaannya. Misalnya, Radio XYZ 100,2 FM atau Radio
ABC 98,2 FM. 100,2 Mhz dan 98,2 MHz adalah frekuensi carrier yang dialokasikan
untuk stasiun bersangkutan.
Karena berupa gelombang sinusoida, sinyal carrier
mempunyai beberapa parameter yang dapat berubah. Perubahan itu dapat terjadi
pada amplitudo, frekuensi, atau parameter lain. Contoh perubahan amplitudo dan
perubahan frekuensi dari suatu sinyal asal ditunjukkan dalam gambar. Kemampuan
untuk diubah inilah yang menjadi ide dari teknik-teknik modulasi.
Modulasi AM
Dari banyak teknik modulasi, AM dan FM adalah modulasi
yang banyak diterapkan pada radio siaran. Keduanya dipakai karena tekniknya
relatif lebih mudah dibandingkan dengan teknik-teknik lain. Dengan begitu,
rangkaian pemancar dan penerima radionya lebih sederhana dan mudah dibuat.
Di pemancar radio dengan teknik AM, amplitudo gelombang
carrier akan diubah seiring dengan perubahan sinyal informasi (suara) yang
dimasukkan. Frekuensi gelombang carrier-nya relatif tetap. Kemudian, sinyal
dilewatkan ke RF (Radio Frequency) Amplifier untuk dikuatkan agar bisa dikirim
ke jarak yang jauh. Setelah itu, dipancarkan melalui antena.
Tentu saja dalam perjalanannya mencapai penerima,
gelombang akan mengalami redaman (fading) oleh udara, mendapat interferensi
dari frekuensi-frekuensi lain, noise, atau bentuk-bentuk gangguan lainnya.
Gangguan-gangguan itu umumnya berupa variasi amplitudo sehingga mau tidak mau
akan memengaruhi amplitudo gelombang yang terkirim.
Akibatnya, informasi yang terkirim pun akan berubah
dan ujung-ujungnya mutu informasi yang diterima jelas berkurang. Efek yang kita
rasakan sangat nyata. Suara merdu Andien yang mendayu akan terdengar serak,
aransemen Dewa yang bagus itu jadi terdengar enggak karuan, dan suara Iwan Fals
benar-benar jadi fals.
Cara mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh
redaman, noise, dan interferensi cukup sulit. Pengurangan amplitudo gangguan
(yang mempunyai amplitudo lebih kecil), akan berdampak pada pengurangan sinyal
asli. Sementara, peningkatan amplitudo sinyal asli juga menyebabkan peningkatan
amplitudo gangguan. Dilema itu bisa saja diatasi dengan menggunakan teknik lain
yang lebih rumit. Tapi, rangkaian penerima akan menjadi mahal, sementara hasil
yang diperoleh belum kualitas Hi Fi dan belum tentu setara dengan harga yang
harus dibayar.
Itulah barangkali yang menyebabkan banyak stasiun
radio siaran bermodulasi AM pindah ke modulasi FM. Konsekuensinya, mereka juga
harus pindah frekuensi carrier karena aturan alokasi frekuensi carrier untuk
siaran AM berbeda dengan siaran FM. Frekuensi carrier untuk siaran AM terletak
di Medium Frequency (300 kHz – 3 MHz/MF), sedangkan frekuensi carrier siaran FM
terletak di Very High Frequency (30 MHz – 300 MHz/VHF).
Modulasi FM
Di pemancar radio dengan teknik modulasi FM, frekuensi
gelombang carrier akan berubah seiring perubahan sinyal suara atau informasi
lainnya. Amplitudo gelombang carrier relatif tetap. Setelah dilakukan penguatan
daya sinyal (agar bisa dikirim jauh), gelombang yang telah tercampur tadi
dipancarkan melalui antena.
Seperti halnya gelombang termodulasi AM, gelombang ini
pun akan mengalami redaman oleh udara dan mendapat interferensi dari
frekuensi-frekuensi lain, noise, atau bentuk-bentuk gangguan lainnya. Tetapi,
karena gangguan itu umumnya berbentuk variasi amplitudo, kecil kemungkinan
dapat memengaruhi informasi yang menumpang dalam frekuensi gelombang carrier.
Akibatnya, mutu informasi yang diterima tetap baik.
Dan, kualitas audio yang diterima juga lebih tinggi daripada kualitas audio
yang dimodulasi dengan AM. Jadi, musik yang kita dengar akan serupa dengan
kualitas musik yang dikirim oleh stasiun radio sehingga enggak salah kalau
stasiun-stasiun radio siaran lama (yang dulunya AM) pindah ke teknik modulasi
ini. Sementara stasiun-stasiun radio baru juga langsung memilih FM.
Selain itu, teknik pengiriman suara stereonya juga
tidak terlalu rumit. Jadinya, rangkaian penerima FM stereo mudah dibuat,
sampai-sampai dapat dibuat seukuran kotak korek api. Produk FM autotuner
seukuran kotak korek api ini sudah gampang diperoleh di kaki lima dengan harga
yang murah. Kualitasnya cukup memadai untuk peralatan semurah dan sekecil itu.
Rangkaian “squelch”
Pada penerima FM (yang juga ada di pesawat televisi),
sinyal radio yang hilang akan menyebabkan terdengar suara desis noise yang
cukup keras. Karena mengganggu, sebagian besar penerima FM dilengkapi dengan
rangkaian squelch yang berfungsi untuk mematikan audio jika tidak terdeteksi
adanya sinyal siaran. Pada radio komunikasi VHF dan UHF (yang juga menggunakan
FM), rangkaian squelch dapat diatur sedemikian rupa sehingga masih dapat
mendengarkan sinyal suara yang volumenya sedikit di atas desis noise.
Pembagian kanal FM di
Indonesia
Jumlah kanal yang disiapkan dalam alokasi frekuensi
87,5 MHz hingga 108 MHz memang sebanyak 204 kanal. Tapi, tentu saja hal itu
tidak menyebabkan 204 stasiun radio bisa didirikan di kota kita. Sebab jarak
antarkanal yang terlalu rapat akan menyebabkan interferensi antarstasiun radio.
Karena itu, aturan dalam Keputusan Menteri Perhubungan
No KM 15 Tahun 2003 mensyaratkan jarak minimal antarkanal dalam satu area
pelayanan (yang umumnya se-Kota atau se-Kabupaten) adalah 800 kHz. Kecuali pada
kota besar semacam Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan yang sudah
telanjur mempunyai stasiun cukup banyak. Jarak minimal untuk kota-kota itu
adalah 400 kHz.
Pembagian kanal untuk tiap area layanan tentunya juga
disesuaikan dengan faktor-faktor seperti : kepadatan penduduk, perkembangan
kawasan, dan lainnya. Sebab, apalah gunanya menyediakan banyak kanal jika
pendirian stasiun-stasiun baru di suatu area layanan tidak menjanjikan.
DAPAT DARI BLOG TETANGGA